Thursday 4 December 2014

Mt. Rinjani, West Nusa Tenggara, October 2012


September 2011 - Ini pendakian pertama saya setelah 2 tahun berlalu sejak pendakian terakhir saya sewaktu SMA. Setelah semua persiapan yang seadanya, saya gagal menggapai atap Nusa Tenggara Barat. Ya, Rinjani, 3726 meter di atas permukaan laut. Saya gagal menaklukan kamu Dewi Anjani, tapi bukan. Saya lebih gagal menaklukan diri saya sendiri. Keragu-raguan menelan saya, menimbulkan banyak pertanyaan di kepala saya. Pendakian ini berakhir, berhenti tepat beberapa meter lagi sebelum saya menggapainya. 


***

Rinjani berdasarkan bahasa lokal berarti "tinggi", penggunaan nama Rinjani berkaitan erat dengan legenda Dewi Anjani, dewi penguasa puncak tertinggi Pulau Lombok. Gunung Rinjani sendiri memiliki ketinggian 3726 mdpl, berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sudah diresmikan sejak tahun 1977. Merupakan destinasi favorit turis asing, terutama dari negara Jerman dan Perancis. Ada tiga jalur  yang sering digunakan para pendaki, yakni Jalur Sembalun, Senaru dan Torean. Umumnya pendaki mengambil Rute Sembalun - Senaru atau sebaliknya.

***



Tim Rinjani II
Oktober 2012 - Kegagalan saya tahun lalu tidak membuat saya menyerah. Kali ini pendakian merayakan kelulusan dari sekolah dinas, Tiga tahun penuh tekanan sudah terlewati. Orang macam apa yang dibentuk dengan pressure sebegitu hebatnya. Tiap semester harus menanti resah pengumuman kelulusan, semuanya serba tidak pasti, IP/ IPK sedikit saja dibawah standar, tidak ada ampun, tidak ada excuse, DROP OUT!!!\

Entah tahun itu akan langsung ditempatkan kerja atau tidak, tidak satupun orang yang tahu. Yang saya tahu, keberhasilan sekecil apapun itu harus dirayakan. 1 minggu setelah wisuda, perjalanan dimulai. Untuk sampai ke Pulau Lombok, kami menempuh perjalanan darat + laut. Maklum, waktu itu kami belum berpenghasilan. Cuma memanfaatkan sisa uang saku bulanan yang ditabung selama masa kuliah. Perjalanan dimulai dari stasiun tanah abang. Menaiki kereta Kertajaya, kami berangkat menuju Yogjakarta untuk selanjutnya naik Kereta Sri Tanjung menuju Banyuwangi.

Singkat cerita, setelah melintasi Bali dengan Kapal Ferry dan Bus, kami tiba di Mataram, Di sana kami dibantu teman, Bang Adet namanya. Kami dijamu selayaknya keluarga. Rencananya Bang Adet-lah yang akan memimpin pendakian. Namun keadaan berkata lain, Bang Adet ada keperluan bisnis di Mataram sehingga tidak bisa ikut menemani. Akhirnya Bang Adet mempercayakan saya menjadi guide untuk teman-teman yang lain. Cuaca di Rinjani juga sedang tidak bagus, saat itu sudah mulai masuk musim hujan. Kami cuma bisa berharap cemas semoga cuaca pada saat pendakian cerah.

Pos Pendaftaran

Kami sampai di pos pendaftaran (Sembalun) tepat tengah hari. Di sana kami berpapasan dengan pecinta alam dari Bogor. Ah, saya lupa namanya, saya paling payah menghafal nama. Dia bersepeda dari Bogor untuk berkeliling Indonesia, bahkan baru saja turun dari Rinjani menggunakan sepeda. Di Pos ini kami juga bertemu 2 rekan dari AMG (Akademi Meteorologi dan Geofisika), Bang Bastian dan rekan, yang juga akan mendaki hari itu. Kami berbincang-bincang di pelataran Pos. Dari sini Rinjani terlihat berdiri angkuh.

***

Perjalanan menuju Tengengean
Setelah santap siang dan beribadah, pendakian kami mulai pukul 14.00 waktu setempat. Tujuan pertama kami Pos II Tengengean. Kami akan bermalam disana. Setelah 3 jam mendaki, kami tiba di Pos Tengengean. Di pos ini terdapat sumber mata air, tepat dibawah jembatan ada aliran air. Tidak banyak, tapi cukup untuk mengisi persediaan. Selepas magrib, Bang Bastian dan rekan langsung masuk ke tenda untuk beristirahat. Sedangkan kami masih sibuk memasak untuk makan malam. Disinilah terjadi kejadian mistis. Pada saat makan, rekan kami melihat penampakan Bapak berpakaian seperti pendaki dan seorang perempuan, Keadaan Pos 2 memang cukup seram, gelap, bahkan kata orang lokal, disana ada 2 kuburan pendaki tua dari desa setempat yang meninggal ketika dalam perjalanan naik. Kamu tahu apa yang paling membuat saya merasa beruntung? saya baru tahu ceritanya setelah saya turun, HAHAHA...

Bang Bastian dan Rekan
Kami melanjutkan perjalanan ba'da Subuh. Matahari belum tinggi benar kami sudah mulai kembali menanjak. Kami menembus (lagi) padang sabana yang luas, tidak ada pohon sama sekali. Teriknya matahari membuat kami lekas haus. Sekitar 90 menit mendaki, kami tiba di Pos III. Pos III atau Pos Pada Balong, terletak persis di pinggir aliran lahar / sungai kering di ketinggian sekitar 2000 mdplDari sini baru dimulai "Tanjakan" yang sebenarnya. Di belakang Pos III menjulang bukit-bukit yang tinggi. Yap, bukit-bukit paling terkenal di Rinjani, Bukit Penyesalan. Ada yang bilang 7 Bukit Penyesalan, entah benar-benar ada 7 bukit atau tidak, saya lelah menghitung. Jalur yang sangat menanjak yang penuh tipuan dari satu bukit ke bukit lain, seolah tidak ada habisnya. Disini tekad kita mulai diuji. Mungkin karena itu dinamakan Bukit Penyesalan, bukit yang menimbulkan rasa sedikit menyesal ternyata hiking semelelahkan ini.

Namun, setelah melintasi jalur Bukit Penyesalan yang membutuhkan ekstra tenaga. Kita disuguhkan pemandangan yang luar biasa. Dari Pelawangan Sembalun, terlihat Danau Segara Anak yang berbentuk bulan sabit lengkap dengan Gunung Barujari yang masih aktif di tengahnya. Kami tiba sekitar pukul 12.00 waktu setempat. Membutuhkan waktu setidaknya 3-4 jam pendakian untuk sampai ke Pelawangan Sembalun dari Pos Pada Bolong.


***


Summit Attack - Perjuangan menggapai 3726 mdpl pun dimulai. Pukul 02.00 dini hari, sebelum summit attack dimulai, tidak lupa kami berdo'a bersama memohon diberikan keselamatan oleh Yang Maha Kuasa. Jalur yang akan kami lalui adalah tanjakan curam, diapit jurang, berpasir kerikil, dan berdebu. Fase pertama adalah tanjakan menuju pundak gunung. Membutuhkan waktu sekitar 30 s.d. 50 menit untuk mencapai pundak gunung. Setelah itu, jalur semakin terjal dan menyempit. Trek yang berbatu kecil dan berpasir membuat langkah kami semakin berat. Maju 3 langkah mundur 2 langkah. Oksigen semakin tipis, menjaga ritme nafas dan langkah sangat penting di sini. Salah salah bisa blackout alias pingsan. Saya tertinggal dari rombongan Ivan, Bang Bastian dan rekan yang ada di depan. Sedangkan Hendra dkk tertinggal jauh di belakang saya. Saya mendaki sendiri lagi, sama seperti tahun lalu. Tidak ada kawan yang menyemangati, semua tinggal motivasi dan semangat dari diri sendiri. Kaki saya tidak akan melangkah kemana-mana kalau bukan saya sendiri yang melangkahkannya.

\
Hendra waktu perutnya masih rata.
Setelah melewati bukit-bukit terjal berpasir penuh tipuan, saya sampai di tanjakan terakhir. Tanjakan paling panjang, paling terjal. Jalur "letter S', para guide lokal biasa memanggilnya. Di ujung tanjakan itu ada batu besar, disana ada celah di antara batu besar yang dijadikan jalur menuju puncak. Dari sini puncak Rinjani sudah terlihat jelas, saya kumpulkan sisa tenaga saya dan terus melangkah. Nafas saya semakin tersengal, tiap 3 langkah saya harus berhenti untuk bernafas. Raff (sejenis masker) saya penuh pasir, mulut dan hidung saya juga, perih. 30 menit berlalu, saya tiba di batu besar. Tempat saya memutuskan untuk menyerah tahun lalu. Kali ini tidak, saya terus melangkah. Menikmati tiap deru nafas, degup jantung yang berdebar semakin keras, saya tiba di puncak. 3726 meter diatas permukaan laut, tangis saya pecah.

***

Wisuda
Pukul 05.10 - Akhirnya saya menggapaimu, saya jatuh terduduk di depan matahari yang terbit dengan indahnya dari ufuk timur. Terlihat dari kejauhan, siluet Gunung Tambora menyapa mengajak saya untuk segera berkunjung ke sana juga. Tepat dari bibir jurang, di bawah saya Segara Anak tersenyum dengan indahnya ditemani Gunung Barujari (Kawah Mati/ Kawah Baru).

Hati kecil saya masih tidak percaya, saya tampar pipi saya. Kurang puas, saya tampar sekali lagi (mungkin sebagian dari kalian yang sedang membaca tulisan ini juga ingin ikut menampar saya, haha). Ternyata sakit, ternyata ini memang bukan mimpi. Dan saya semakin larut menikmat sunrise, awal hari baru yang membantu saya melupakan hari kemarin. Mulai dari sini, saya sangat senang melihat sunrise dari puncak gunung. Damai, iya rasanya damai, semua kesombongan saya runtuh. Manusia ternyata tidak sebesar dan seberkuasa itu dihadapan alam. Di hadapan Yang Maha Segalanya, manusia tidak lebih dari sebutir debu yang tanpa daya dapat terhempas kemana saja di bawah kuasa-Nya.

Gunung Pertama!!!

Tidak lama berselang, Hendra, Bambang, dan Gerry tiba untuk merasakan kegembiraan yang sama. Apalagi ini merupakan puncak gunung pertama untuk Hendra, dan Bambang, luar biasa. Dan akhirnya, prosesi wisuda dimulai. Dari kami untuk kami, untuk semua teman-teman seangkatan.

***


Kabut - Terlalu larut dalam euforia kelulusan, kami terlambat untuk turun. Matahari semakin tinggi, cuaca tiba-tiba berubah drastis. Kabut yang turun ditengah perjalanan kembali ke camp membuat pandangan kami terbatas. Tiba di Pelawangan Sembalun, kabut masih tebal. Kami putuskan membatalkan rencana melanjutkan perjalanan ke Danau Segara Anak karena terlalu riskan. Kami bermalam sekali lagi di Pelawangan Sembalun untuk kembali turun melalui Sembalun (rencana awalnya kami berniat turun melalui Senaru). Rasanya kecewa, apalah arti puncak Rinjani tanpa merasakan memancing di Segara Anak.

Kamu Tahu? kabut akhirnya menghilang sore harinya. Ternyata Dia tidak membiarkan kami berlarut-larut dalam kekecewaan. Langit bersih, senja membuat Segara Anak menjadi merah. Suasana ini belum tentu bisa dinikmati semua orang yang berkunjung ke sini. Sore lalu saja matahari tertutup awan. We feel Blessed....(:
The Red Segara Anak Lake
Mission Accomplished






No comments:

Post a Comment